Rabu, 14 Maret 2012

askep hipopituitari

Askep Hipopituitari

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon. Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal). Disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau hormon ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
Berasal dari sel-sel epitel yang melakukan ploriferasi kearah pengikat sel epitel yang telah berproliferasi dan membentuk sebuah kelenjar endokrin, tumbuh dan berkembang dalam pembuluh kapiler. Zat yang dihasilkannya disebut hormone, dialirkan langsung kedalam darah. Dalam keadaan fisiologis hormone mempunyai pengaturan sendiri sehingga kadarnya selalu dalam keadaan optimum untuk menjaga keseimbangan dalam organ yang berada dibawah pengaruhnya, mekanisme pengaturan ini disebut system umpan balik negative. Misalnya, hipofise terhadap hormone seks yang dihasilkan oleh gonad, hipofise pars anterior menghasilkan gonadotropin yang merangsang kelenjar gonad menghasilkan hormone seks. Hormone yang dihasilkan kelenjar endokrin ada beberapa macam. Zat yang secara fungsional dapat dikualifikasikan sebagai hormone kimia dikategorikan sebagai hormone organik.
Fungsi kelenjar endokrin, yaitu :
1.    Menghasilkan hormone yang dialirkan ke dalam darah yang diperlukan o;eh jaringan dalam tubuh tertentu.
2.    Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh.
3.    Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.
4.    Merangsang pertumbuhan jaringan.
5.    Mengatur metabolism, oksidasi, meningkatkan absorbs glukosa pada usus halus.
6.    Mempengaruhi metabolism lemak, protein, hidratarang, vitamin, mineral, dan air.
Hormone yang bermolekul besar (polipeptida dan protein) tidak dapat menembus sel dan bekerja pada permukaan sel. Hormone yang bermolekul kecil (tyroid dan steroid) mempunyai pengaruh terhadap spectrum sel-sel sasaran yang lebih luas, menembus membrane sel berkaitan dengan reseptor protein.
B.    Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
1.    Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Tujuan Khusus :
1.    Mengetahuai tentang anatomi dan fisiologi kelenjar pituitary (hipofisis)
2.    Mengetahui tentang Hipopituitari
3.    Mengetahuai penyebab hipopituitari
4.    Mengetahui patofisiologi terjadinya hipopituitari
5.    Mengetahui tanda dan gejala terjadinya hipopituitari
6.    Mengetahui tentang asuhan keperawatan klien dengan hipopituitari
7.    Mengetahui tentang asuhan keperawatan klien dengan dwarfisme dan diabetes insipidus








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Anatomi Fisiologi
Kelenjar pituitaria juga dinamakan hipofisis, merupakan kelenjar kecil garis tengah kurang dari 1 cm. dan berat sekitar 0,5 – 1 gram yang terletak dalam sella tursica pada basis otak dan dihubungkan dengan hipotalamus oleh tangkai pituitaria atau infundibulum hipotalami. Secara fisiologis hipofisis dibagi dalam dua bagian, yaitu :
1.    Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon-hormon  hipofisis anterior yang memegang peranan utama mengatur fungsi metabolisme diseluruh tubuh, yaitu :
a.    Hormone pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan binatang dengan  mempengaruhi banyak fungsi metabolism diseluruh tubuh, khususnya pembentukan protein.
b.    Adrenokortikotropin (Kortikotropin) mengatur sekresi beberapa hormone korteks adrenal, yang selanjutnya mempengaruhi metabolism glukosa, protein, dan lemak.
c.    Hormone perangsang tiroid (Tirotropin) mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid, dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi-reaksi kimia seluruh tubuh.
d.    Prolactin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu, dan dua hormone gonadotropin.
e.    Hormone Perangsang Folikel dan Hormone Luteinisasi, mengatur pertumbuhan gonad serta aktivitas reproduksinya.
2.    Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Dua hormone yang disekresi oleh hipofisis posterior memegang peranan lain :
a.    Hormone anti diuretic (ADH) mengatur kecepatan ekskresi air kedalam urine dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi dalam cairan tubuh.
b.    Oksitosin
-    Mengkontraksi alveolus payudara, sehingga membantu mengalirkan susu dari kelenjar mammae ke puting susu selama pengisapan.
-    Mengkontraksikan uterus jadi membantu melahirkan bayi pada akhir kehamilan
Sekresi hipofisis posterior diatur oleh serabut saraf yang berasal pada hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior. Sebaliknya, sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormone yang dinamakan “releasing” dan “unhibitory hormones (atau ‘factor’) hipotalamus” yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan ke hipofisis anterior melalui pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh portal hipotalamik hipofisial. Pada hipofisis anterior, “releasing dan inhibitory factor” ini bekerja pada sel kelenjar untuk mengatur sekresinya.  Jadi, hipotalamus merupakan pusat himpunan informasi mengenai keadan tubuh sejahtera, dan selanjutnya sebagian besar informasi ini digunakan untuk mengatur sekresi kelenjar hipofisis.
B.    Pengertian Hipopituitari
Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormone hifopisis anterior. (Barbara C. Long)
Hipopituitari adalah insufisiensi hipofisis akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofise.(keperawatan medical bedah, hal :233)
Hipopituitari adalah penurunan atau tidak ada sekresi satu atau lebih hormone kelenjar hipofisis anterior. (standar perawatan pasien, hal :399 )
Hipopituitari adalah defisiensi hormone tyroid, adrenal, gonadal, dan hormone pertumbuhan akibat penyakit hipofisis.(Jonathan gleadle)
C.    Etiologi
Faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipopituitari diantaranya adalah :
1.    Sekunder dari tumor – tumor jinak atau ganas metastasik desak ruang.
2.    Vaskuler. Perdarahan ke dalam adenoma hipofisis; infark post partum (sindrom seehan ); aneurisma arteri karotis.
3.    Infiltrasi dan granuloma. Histiositosis, sarkoidosis, hemokromatosis.
4.    Infeksi. Tuberculosis, pasca meningitis.
5.    Traumatic. Setelah cedera kepala.
6.    Sindrom sela tursika yang kosong. Primer atau sekunder dari infark tumor hipofisis.
7.    Hipopituitari idiopatik
8.    Defek congenital seperti pada dwarfisme pituitary atau hipogonadisme.
D.    Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus. Penyebab tersebut termasuk diantaranya :
1.    Defek perkembangan Kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau hipogonadisme.
2.    Tumor yang merusak hipofise (mis., adenoma hipofise nonfungsional) atau merusak hipotalamus (mis., kraniofaringioma atau glioma).
3.    Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom Sheehan ‘s).
Diagnosis insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun harus ditegakkan melalui uji biokimia yang sesuai, yang akan menunjukkan defisiensi hormon.
Panhipopituitarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (penyakit simmons) yang ditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Insufisiensi hipofise pada masa kanak-kanak akan mengakibatkan dwarfisme.
Dwarfisme ( cebol ) merupakan ganguan pertumbuhan somatic akibat insufesiensi pelepasan Growth Hormone yang terjadi pada anak- anak yang telah mencapai usia 10 tahun mempunyai perkembangan badan anak usia 4-5 tahun, sedangkan usia 20 tahun mempunyai perkembangan badan usia 7-10 tahun. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas maka tanda-tanda seksual sekunder genetalia eksternal gagal berkembang.
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior.
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.    Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik
2.    Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
3.    Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
4.    Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
5.    Tumor
6.    Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan.
7.    Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon antidiuretik :
a.    pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
b.    tekanan darah naik
c.    denyut jantung kembali normal.
E.    Tanda dan Gejala
1.    Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intracranial yang meningkat.
2.    Gambaran dari produksi hormone pertumbuhan yang berlebih, termasuk akromegali (tangan dan kaki besar, demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan arthralgia (nyeri sendi).
3.    Hiperprolaktinemia : amenore atau alogomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.
4.    Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, DM, dan osteoporosis.
5.    Defisiensi hormone pertumbuhan : gangguan pertumbuhan pada anak-anak (dwarfisme).
6.    Defisiensi gonadotropin : laki-laki terjadi impoten, hilangnya libido, jumlah sperma berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan rambut rontok. Pada wanita terjadi oligomenorea / amenorea, atrofi uterus dan vagina, potensial atrofi payudara, dan pada anak-anak mengalami terlambat pubertas. Pada dewasa terjadi tubuh pendek sekali, pertumbuhan otot buruk sehingga cepat lelah, emosi labil dan manifestasi deficit prolactin ( ibu pascapartem tidak mengeluarkan air susu dan kadar prolactin serum kurang ).
7.    Defisiensi TSH : rasa lelah konstipasi kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidisme.
8.    Defisit kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala-gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran lab dari penurunan fungsi adrenal.
9.    Defisit Vasopresin : poliuria, polydipsia, dehirasi, dan tidak mampu memekatkan urine.
F.    Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan Diagnostik
a.    Foto tengkorak atau kranium
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, nemun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
b.    CT Scan Otak
Dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan  tumor otak pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam dan tidak bergerak selama prosedur.
2.    Pemeriksaan Darah dan Urine
a.    Kadar Growth Hormone (GH)
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Specimen adalah darah vena ± 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
b.    Kadar Tiroid Stimulating Hormone (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah ± 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
c.    Kadar Adrenokortiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan tes supresi dexametason. Specimen yang diperlukan adalah darah vena ± 5 cc dan urine 24 jam.
Persiapan
1.    Tidak ada pembatasan makan dan minum
2.    Bila klien menggunakan obat-obatan sperti kortisol atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
3.    Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman specimen.
4.    Cegah stres fisik dan psikologis.
Pelaksanaan
1.    Klien diberi dexametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2.    Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3.    Urine ditampung selama 24 jam
4.    Kirim specimen (darah dan urine) ke laboratorium.
Hasil, Normal bila ;
•    ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
•    17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian dexametason 1 mg/oral tengah malam, baru darah diambil ± 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam. Specimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
G.    Penatalaksanaan Medis
1.    Kausal
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi, bila gejala-gejala takanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.


2.    Terapi Substitusi
a.    Hidrokortison : antara 20-30 mg selama 5 hari, diberikan peroral, umumnya disesuaikan denga siklus harian sekresi steroid, yaitu 10-15 mg waktu pagi dan 10 mg waktu malam. Cairan perinfus NaCl, glukosa, steroid, dan vasoreses.
b.    Pulvis tiroid atau tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidritoksin.
c.    Testosterone pada penderita laki-laki 200 mg IM / 2 minggu Flvoxymetron 10 mg per-Os/hari.
d.    Estrogen pada wanita untuk mempertahankan siklus haid.
e.    Pembedahan pada tumor hipofisis.
H.    Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a.    Riwayat penyakit dahulu. Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
b.    Sejak kapan keluhan dirasakan. Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
c.    Apakah keluhan terjadi sejak lahir. Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d.    Berat dan tinggi badan saat lahir.
e.    Keluhan utama klien:
-    Pertumbuhan lambat
-    Ukuran otot dan tulang kecil
-    Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut pubis dan axilla, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dll.
-    Infertilitas
-    Impotensia
-    Libido menurun
-    Nyeri senggama pada wanita

f.    Pemeriksaan fisik
-    Amati bentuk, dan ukuran tubuh, ukur berat badan dan tinggi badan, amati bentuk dan ukuran buah badan, pertumbuhan rambut axilla dan pubis dan pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis).
-    Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
Tergantung pada penyebab hipopituitarisme, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis, dan adanya keluhan nyeri kepala.
g.    Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
h.    Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti:
-    Foto cranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika
-    Pemeriksaan serum darah; LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol, aldosteron, testosterone, androgen, test stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid realizing hormon.
2.    Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a.    Dwarfisme
1)    Diagnosa keperawatan I :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan strukrur dan fungsi tubuh akibat defisiensi Growth Hormon.
Intervensi :
    Dorong klien untuk dapat mengungkapkan perasaan dan fikirannya tentang perubahan tubuh yang dialami
    Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya
    Anjurkan orang terdekat memperlakukan klien secara normal dan bukan sebagai orang yang memiliki kekurangan
2)    Diagnosa Keperawatan II
Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan strukrur dan fungsi tubuh akibat defisiensi Growth Hormon
Intervensi :
    Dorong klien untuk berbagi fikiran/ masalah dengan teman/ pasangan
    Diskusikan sensasi/ ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons seperti individu biasanya.
    Kolaborasi : Rujuk ke konselor/ ahli seksual sesuai kebutuhan.
3)    Diagnosa Keperawatan III
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh
Intervensi :
    Diskusikan situasi/ dorong pernyataan masalah. Jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
    Diskusikan tanda/ gejala depresi dengan klien/ orang terdekat.
    Kolaborasi : Rujuk ke konseling profesional sesuai kebutuhan.
b.    Diabetes Insipidus
1)    Diagnosa Keperawatan I
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (kekurangan volume cairan) berhubungan dengan output urin yang berlebihan
Intervensi
    Rencanakan tujuan pemasukan cairan untuk setiap pergantian ( misalnya 1000 ml selama siang hari, 800 ml selama spre hari, 300 ml pada malam hari)
    Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin
    Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, pada waktu yang sama dan alat ukur yang sama
2)    Diagnosa Keperawatan II
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia
Intervensi :
    Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi
    Tentukan program diet dan pola makan klien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien
    Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/ cultural
    Kolaborasi : Lakukan konsultasi dengan ahli diet
3.    Tindakan Pembedahan
Hipofisektomi dalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui pembedahan. Prosedur operasi tersebut mencakup tindakan transpenoidal hipofisektomi dengan narkose. Insisi pada bagian dalam bibir atas dan masuk ke sella tursika melalui sinus spenoidalis. Yang kedua adalah transfrontal kraniotomi yaitu dengan membuka rongga cranium melalui tulang frontal.
Secara umum prinsip perawtan klien dengan hipofisektomi adalah sebagai berikut :
1.    Pantau status neurologi klien
2.    Pantau keseimbangan cairan khususnya terhadap haluaran yang berlebihan dari masukan karena dapat terjadi diabetes insipidus transien
3.    Dorong klien untuk mempertahanka ventilasi paru dengan latihan napas dalam
4.    Anjurkan klien untuk tidak batuk, menggosok hidung atau bersin
5.    Anjurkan klien untuk berkumur sampai bersih setiap kali selesai makan karena tidak diperbolehkan menyikat gigi sampai penyembuhan sempurna
6.    Pantau nasal drip terhadap jumlah dan kuantitas drainase. Adanya tanda halo menunjukkan kebocoran CSF
7.    Pantau fungsi kolon untuk mencegah konstipasi
8.    Ajarkan cara menggunakan obat-obatan (hormone) yang diprogramkan.
Perawatan preoperasi
1.    Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan
2.    Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pascaoperasi. Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon
3.    Menjelaskan pengguanaan balut tekan yang di tempatkan dari bawah hidung, menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka
4.    Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas
Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilakukan, setelah tindakan dilaksanakan. Setelah tindakan transfenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktivitas yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien mengindahkan factor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan-makanan tinggi serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Klien tidak menyikat gigi 1-2 minggu sampai penyembuhan sempurna, cukup berkumur setiap kali setelah makan. Jelaskan bahwa sensasi hilang rasa pada daerah insisi adalah biasa, dapat berlangsung 3-4 bulan. Oleh karena itu anjurkan klien memeriksakan gusinya untuk mengetahui adanya lesi dan perdarahan dengan menggunakan cermin setiap hari.
Setelah operasi, pemberian hormone diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Jelaskan penggunaan obat-obatan dan jelaskan pula perlunya tindak lanjut secara teratur.
Perawatan pascaoperasi
1.    Amati respons neurologic klien dan catat perubahan penglihatan, diorientasi, dan perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motoric ekstremitas.
2.    Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus (diabetes insipidus sesaat) bila terjadi hal tersebut lakukan intervensi seperti berikut :
a.    Catat cairan yang masuk peroral maupun parenteral
b.    Tingkatkan masukan cairan bila ada rasa haur
c.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vasopressin
d.    Bila diperlukan lakukan pemasangan indwelling kateter untuk memudahkan pemantauan haluaran cairan
e.    Ukur berat badan setiap hari.
3.    Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran secret dari hidung ke faring (post nasal drip) yang kemungkinan mengandung CSF.
4.    Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
5.    Kaji drainase nasal terhadap kualitas dan kuantitas, terhadap kemingkinan mengandung glukosa. Halo sign adalah warna bening jernig pada tepi cairan drain yang ditaruh di atas kain kassa merupakan tanda adanya kebocoran CSF. Jika klien mengeluh nyeri kepala yang menetap waspada terhadap kemungkinan CSF masuk ke dalam sinus.
6.    Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur karena pernapasan mulut dan penggunaan tampon.
7.    Kaji tanda-tanda infeksi (meningitis) dengan cermat.
8.    Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortiso, sebagai dampak hipofisektomi.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan.
Kelenjar hipofisis terbagi menjadi 2 lobus yaitu hipofisis anterior terdiri dari hormon-hormon yaitu hormone pertumbuhan, hormone Adrenokortikotropin, hormone perangsang tiroid (Tirotropin), prolaktin dan Hormone Perangsang Folikel dan Hormone Luteinisasi. Hipofisis posterior terdiri dari hormon-hormon yaitu hormone antidiuretik dan hormone oksitoksin.
Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormone hifopisis anterior. (Barbara C. Long).
Penyebab hipofungsi hipofisis termasuk diantaranya :
1.    Defek perkembangan Kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau hipogonadisme.
2.    Tumor yang merusak hipofise (mis., adenoma hipofise nonfungsional) atau merusak hipotalamus (mis., kraniofaringioma atau glioma).
3.    Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom Sheehan ‘s).
B.    Saran
Kepada pembaca makalah ini, penulis sarankan untuk lebih memahami penyakit dwarfisme dan diabetes insipidus ini supaya dapat membedakannya dengan penyakit secara umumnya.
Kepada perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan terutama saat mengkaji klien haruslah dengan kenyataan atau tanda dan gejala yang klien rasakan agar tidak salah dalam melakukan diagnosa dan rencana keperawatannya.

Daftar Pustaka
Gleadle, Jonathan. 2007.  Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit  Edisi 3. Jakarta : EGC.
Mitchell, Richard N. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Tidak ada komentar: